Tradisi Masyarakat Etnis Edang
Ramadhan Abdullah, Tradisi Masyarakat Kampung Leuleaq Desa Hoelea I Dalam Bernomaden (Dorong Dopeq)
Foto: Ramadhan Abdullah
NTTNEWS - Awal mula kehidupan masyarakat etnis Edang berada di puncak gunung uyelewun. Seorang leluhur menurut kepercayaan dan atau tuturan lisan pendahulu bahwa Uyolewun adalah manusia pertama yang melahirkan generasi Edang yang kini tersebar di bawah kaki gunung Uyelewun dengan pembagian dua wilayah administarasi yakni kecamatan Omesuri dan Buyasuri, Kabupaten Lembata NTT (Uyelewun adalah nama Gunung sedangkan Uyolewun adalah nama orang).
Setelah beranak pinak, mereka mulai menyebar ke masing-masing tempat atau mulai turun dari gunung. Ada yang langsung ke bawah kaki gunung, adapula yang menyinggahi beberapa tempat untuk melangsungkan kehidupan mereka. Proses berpindah -pindah ini disebut Dorong Dopeq.
Generasi dari Moyang Piraq Etoq
Nenek moyang orang Kedang pada masa lampau menetap di Leu Rian, Leu Ehoq (Kampung besar, kampung kecil). Artinya bahwa mereka tingggal di Gunung Uyelewun. Salah satu turunan/kelompok masyarakat dari beberapa komunitas etnis Edang yang melakukan dorong dopeq (berpindah-pindah) adalah generasi dari Moyang Piraq Etoq.
Piraq Etoq menetap di Leu Bola (nama tempat/kampung) pertama yang disinggahinya setelah berpindah dari puncak gunung Uyelewun.Piraq Etoq melahirkan 5 orang anak yakni Taran Piraq, Beni Piraq, Lewun Piraq, Talu Piraq dan E’ul Piraq. Kelima anak dari Piraq Etoq tersebut juga menetap di Leubola dan melahirkan keturunannya masing-masing.
Dalam perjalanan waktu ada sebuah peristiwa yang terjadi di kampung Leubola saat itu. Seekor gurita besar (arabora) naik dari laut melalui sebuah lubang besar yang sampai ke gunung (welong) lalu menerkam anak-anak yang bermain disekitar lubang tersebut. Lalu, Mereka kemudian membuat strategi untuk membunuh gurita besar itu dengan cara menyiram air panas ke lubang gurita (arabora) ketika gurita tersebut hendak menerkam anak-anak yang sedang bermain. (akan ditelusuri lebih mendalam).
Alhasil, gurita besar itu mati dan menimbulkan bau menyengat sehingga generasi dari Piraq Etoq tersebut bermigrasi dari Leubola ke dua tempat yang berbeda. Taran Piraq dan Talu Piraq beserta rumpun besar mereka menuju Leu Mamuq, yang sekarang berada pada wilayah administrasi Desa Roma. Sedangkan Beni Piraq, Lewun Piraq dan E’ul Piraq menuju ke kampung Leuleaq, sekarang Desa Hoelea I.
Tradisi Masyarakat Pada Kampung Leuleaq
Saat ketiga saudara tersebut yakni Beni Piraq, Lewun Piraq dan E’ul Piraq bersama anak cucunya sampai di Kampung Leuleaq, mereka lakukan aktivitas kehidupan (ola a paiq sin) seperti biasa. Kurang lebih mereka lahirkan tiga generasi secara garis turunan, datang pula dua rumpun besar yang juga melakukan dorong dopeq yakni Peuuma Automo dan Peuuma Ebeha’I dan menjadi satu rumpun besar Kampung Leuleaq saat itu.
Tatanan kehidupan harmonis telah dibentuk dalam perjalanan hidup mereka. Meskipun berbeda dalam garis tutunan maupun bernomaden tetapi hubungan kedekatan menjadi spirit dalam melangsungkan kegiatan sehari-hari. Saat itu, mereka bermusyawarah sepakati nama kampung dan pembagian tugas dari masing-masing suku/clan. Bahwa Beni Piraq melahirkan turunannya sampai pada suku/clan Kiliroong. Lewun Piraq melahirkan turunannya sampai pada suku/clan Tahiqliaq, Lapiliaq, dan Bokiliaq, Sedangkan E’ul Piraq melahirkan turunannya sampai pada suku/clan Leubola (Leubola adalah nama kampung yang dijadikan suku/clan dari turunan E’ul Piraq).
Kesepakatan atas musyawarah tersebut disepakati nama kampung mereka adalah Leuleaq atau Leaq Lama Mengi, Lingir Lama Dale. Hingga berjalannya waktu, mereka turun dari kampung Leuleaq (kampung lama) ke Duli (kampung baru/yang sekarang) untuk toang kopaq hodeq banger, toang tuang banger raya, uq waq pati bea (menunggu para pemimpin, membayar pajak sesuai kehidupan masyarakat pada zaman penjajahan).
Editor :Tim Sigapnews